Akibat dari sebuah kemarahan sangatlah buruk. Manusia melakukan hal yang paling gila saat mereka marah. pernahkan saudara melihat anak balita marah? Saya pernah menyaksikan kemarahan anak kecil yang kemarahannya begitu mengerikan. Matanya melotot seolah olah ingin menelan dan membunuh orang sekitarnya. Dia marah bukan kepada sesama anak kecil, tetapi kemarahannya itu dilampiaskan kepada orang orang dewasa yang ada disekitarnya. Ketika dia dipegang kuat kuat, dia mengamuk, memberontak. Anak itu baru tenang setelah istri saya yang menanganinya dengan melotot juga.

Pernahkah saudara melihat anak remaja marah? Saya yakin sering kita lihat di televisi. ketika mereka tawuran mengakibatkan snagat banyak kerusakan.
Pernahkah saudara melihat ibu rumah tangga marah? suami marah? orang tua marah? orang terkenal marah? apa hasilnya?

Pernahkah saudara menyaksikan orang yang bisa menguasai kemarahannya? Mereka yang bisa menguasai kemarahannya adalah orang yang hebat. Firman Tuhan mengatakan:” orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai idirnya melebihi orang yang merebut kota. (Amsal 16:32). Kekuatan dan keberanian yang dibutuhkan untuk menguasai diri dan untuk menguasai kemarahan lebih besar daripada kekuatan yang dibutuhkan untuk menguasai kota. Suatu kali Bill Hybels mewawancarai seorang pahlawan dari perang vietnam. setelah menjawab segala pertanyaan Bill Hybels mengenai perjuangan hidup matinya di memdan perang, tentara itu kemudian bercerita bahwa saat ini dia menghadapi tantangan yang jauh lebih besar, yakni tantangan untuk membangun pernikahannya yang sudah hancur berantakan. Ia mengatakan bahwa dibutuhkan keberanian yang lebih sedikit untuk masuk ke markas musuh di vietnam dariapda menelan harga dirinya dengan mengikuti konseling pernikahan, menghadapi kebenaran tentang dirinya dan pola hubungannya dengan istrinya.

bagaimana dengan saudara? apakah saudara sudah mampu menguasai kemarahanmu? Menguasai diri jauh lelbih baik daripada menguasai kota. Menguasai diri berarti mengendalikan amarah kita.

Bagaimana caranya menangani kemarahan kita? Kebanyakan manusia memilih dua cara untuk menangani kemarahannya yakni dengan memendamnya atau melampiaskannya.

Pertama, memendam kemarahan bukanlah cara yang baik dalam menangani kemarahan

Orang yang memendam kemarahan menganggap bahwa dirinya tidak pernah marah karena dia tidaklah melampiaskan kemarahannya. Mereka yakin bahwa inilah cara yang terbaik dalam menangani kemarahan. Pemahaman seperti ini salah. Mengubur perasaan marah sama dengan membuang limbah beracun di sebuah tempat yang jau di luar kota. orang menganggap bahwa masalah limbah beracun ini sudah beres ketika mereka membuangnya di luar kota. Namun ketika tempat itu sudah penuh dengan limbah limbah beracun, masyarakat mulai mengalami sakit penyakit. Hal ini disebabkan karena pengairan terkontaminasi oleh limbah beracun tersebut. Sama halnya dengan kemarahan yang disimpan, akan meracuni tubuh kita dengan berbagai macam penyakit fisik dan psikis. Hal ini ditemukan ketika sebuah penelitian mendapatkan pasangan yang memendam kemarahan memiliki angka kematian dua kali lebih tinggi daripada pasangan yang saling bersikukuh. Setidaknya itu pengamatan yang dilakukan terhadap 192 pasangan di Amerika Serikat selama 17 tahun! ” Penelitian menemukan, memendam kemarahan meningkatkan penyakit terkait stres seperti serangan jantung dan darah tinggi. Penelitian itu menunjukkan bagaimana marah yang terpendam dalam perkawinan akan berpengaruh pada usia kematian. Angka kematian itu meningkat lagi seiring umur, merokok, berat badan, tekanan darah, problem pernafasan, dan risiko kardiovaskular. Memendam kemarahan akan meracuni bukan hanya fisik melainkan juga jiwa saudara. Orang yang suka memendam kemarahan akan menyatakan kemarahannya itu dalam bentuk lain, yakni bad mood, mudah tersinggung, menarik diri dari hubungan, mencoba memanipulasi orang dengan mengatakan “saya tidak apa-apa” saya tidak marah. Masih banyak efek samping lain jika kita memendam kemarahan. Memendam kemarahan bagaikan menggenggam sebuah bara panas dengan niatan untuk melemparkannya ke seseorang. Sebenarnya dirimu lah yg terbakar.

Memendam kemarahan bukan berarti sudah bebas dari kemarahan. Memendam kemarahan berarti tidak menyalurkan kemarahan itu tetapi masih tetap marah kepada orang tersebut. Musuh kita sebenarnya bukanlah orang yang membenci kita tetapi orang yang kita benci. Ada cerita mengenai seorang lelaki yang dipejara karena tidak bayar hutang. setelah menjalani hukuman selama 5 tahun, dia kemudian dilepaskan. Suatu hari dia mengobrol dengan sahabatnya. Sahabatnya bertanya kepadanya: ”Apakah kamu sudah melupakan orang yang memenjarakanmu” Jawabnya, “belum. Saya masih sangat membenci dia’ Sahabatnya tertawa kecil dan berkata, ”Kalau begitu, dia masih memenjara dirimu.”

Memendam kemarahan tidaklah menyelesaikan kemarahan itu sendiri. Memendam kemarahan hanyalah menunda kemarahan untuk kemudian menjadi dendam kesumat yang berbahaya. Jika kemarahan ini tidak diatasi, maka kelak akan menimbulkan efek yang sangat merusak.

Ada kisah tentang seorang anak laki-laki, ayah dan ibunya sering bertengkar di hadapan anak mereka lalu mereka memutuskan untuk bercerai. Ibu anak ini menikah lagi dengan orang lain. Dalam keluarga yang baru ini, anak ini sering melihat ibunya disiksa oleh ayah tirinya. Kejadian ini membuat dia sangat marah terhadap ayah tirinya itu. Ketika ia beranjak dewasa, anak laki-laki ini masuk sekolah jurusan seni. Gurunya pun yang berasal dari suku yang sama dengan ayah tirinya -mengejek dia dengan berkata bahwa ia tidak masuk hitungan. Kemudian anak laki-laki ini menendang gambar itu dan keluar dari sekolah tersebut dalam kemarahan. Ia memendam kemarahan terhadap suku ayah tirinya. Kemarahannya mendorong dirinya untuk belajar menjadi orang yang hebat. Setelah ia menjadi orang yang hebat, ia membalas semua perbuatan ayah tirinya dan gurunya. Ia membunuh dengan sadis suku tersebut sebagai ungkapan kemarahannya. Ia membunuh 6 juta orang dari suku itu. Anda mau tahu siapa anak laki-laki ini? Dia adalah Adolf Hitler!

Paulus mengingatkan jemaat di Efesus agar jangan memendam kemarahan mereka. Paulus berkata apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu (Efesus 4:26). Kemarahan tidak boleh dipendam sampai matahari terbenam. Kemarahan harus segera dibereskan sebelum matahari terbenam.

Kedua, Mengatasi kemarahan dengan cara melampiaskannya adalah cara yang salah.

Orang yang melampiaskan kemarahan ini seperti bendungan yang jebol. Mereka tidak akan menyimpan kemarahan yang akan membuat mereka sakit perut atau tidak enak hati. Jika mereka marah maka mereka akan membanting pintu, menendang anjing, membanting piring, mengutuki orang. Mereka tidak peduli ketika orang lain terluka. Mengatasi kemarahan dengan cara seperti ini sangatlah merusak hubungan dan merusak orang lain.

Seorang perempuan yang suka marah-marah berusaha membenarkan kebiasaannya, “Kalau amarah saya sudah bisa meledak, berarti persoalan selesai. Jadi daripada dipendam, lebih baik diluapkan saja. Betul, tidak?” Temannya pun menimpali, “Yah, tapi kemarahanmu itu seperti pistol. Hanya dengan satu ledakan, kerusakan yang terjadi bisa sangat fatal.”

Suatu ketika ada seorang anak laki-laki yang bersifat pemarah. Ayahnya berusaha keras untuk membuang sifat buruk anaknya.Suatu hari ia memanggil anaknya dan memberinya sekantong paku.
Paku?
Ya, paku!
Sang anak heran.
Tapi, bibir ayahnya justru membentuk senyum bijak.
Dengan suaranya yang lembut, ia berkata kepada anaknya agar memakukan sebuah paku di pagar belakang rumah setiap kali marah.
Ajaib!
Di hari pertama, sang anak menancapkan 48 paku!
Begitu juga di hari kedua, ketiga, dan beberapa hari selanjutnya.
Tapi, tak berlangsung lama.
Setelah itu jumlah paku yang tertancap berkurang secara bertahap.
Ia menemukan fakta bahwa lebih mudah menahan amarahnya daripada memakukan begitu banyak paku ke pagar.
Akhirnya, kesadaran itu membuahkan hasil.
Si anak tak lagi pemarah.
Ia bergegas memberitahukan hal itu kepada ayahnya.
Sang ayah tersenyum.
Kemudian meminta si anak agar mencabut satu paku untuk setiap hari dimana dia tidak marah.
Hari berlalu, dan si anak berhasil mencabut semua paku dari pagar.
Ia bergegas melaporkan kabar gembira itu kepada ayahnya.
“Hmm, kamu telah berhasil dengan baik anakku.
Tapi,lihatlah lubang-lubang di pagar ini.
Pagar ini tidak akan bisa seperti sebelumnya”, kata si ayah bijak.
“Ketika kamu melontarkan sesuatu dalam kemarahan, kata-katamu membekas seperti lubang ini di hati orang lain.
Tidak peduli berapa kali kamu minta maaf, luka itu akan tetap ada”.
Ucap sang ayah lembut namun sarat makna.
Sang anak membalas tatapan lembut ayahnya dengan mata berkaca-kaca.
Pelajaran yang diberikan ayahnya begitu tajam menghujam relung hatinya.

Sangat berbahaya bersahabat dengan orang yang suka melampiaskan kemarahannya ini. Amsal 22:24 mengatakan :” jangan berteman dengan orang yang lekas gusar, jangan bergaul dengan seorang pemarah. Mereka yang suka melampiaskan kemarahannya disebut oleh Alkitab sebagai orang bebal.

Kemarahan yang dilampiaskan bukan hanya merusak orang lain, tetapi juga merusak diri kita. Kemarahan yang tidak terkendali dapat menganggu kesehatan dan berpotensi merusakkan diri kita sendiri. Tahukah saudara mengapa Beethoven menjadi tuli? Karena kemarahannya yang tidak terkendali yang menyebabkan ketuliannya. seorang bisnisman mendadak meninggal dunia setelah menumpahkan kemarahannya yang tidak terkendali terhadap istrinya. Para dokter dewasa ini memberitahukan bahwa kemarahan yang tidak terkendali dapat memproduksi racun-racun kimiawi di dalam tubuh kita yang dapat menyebabkan penyakit-penyakit seperti: kanker dan jantung. Orang-orang mudah menumpahkan kemarahannya cenderung beresiko mengalami stroke lebih besar daripada orang-orang yang hidup dalam damai sejahtera Tuhan di hati dan pikirannya. Orang-orang yang menyimpan kemarahan sering kali tidak menyadari bahwa mereka sedang meracuni kehidupan mereka sendiri. Jika kita terus memendam kemarahan, kita tidak sedang menyakiti orang lain, kita tidak sedang menyakiti perusahaan atau boss yang memperlakukan kita tidak adil, kita tidak sedang menyakiti Tuhan. Kita hanya menyakiti diri kita sendiri. Kemarahan yang tidak terkendali dapat menghancurkan harapan dan masa depan saudara Anda. contoh bila anda membuka usaha dagang bersama teman-teman saudara. Kemudian usaha ini bisa berjalan dengan baik dan lancar. Banyak konsumen yang percaya akan produk yang anda jual. Tetapi kemudian muncul masalah dengan rekan bisnis anda yang membuat anda marah besar. Anda mulai ada perselisihan, percekcokan dan perlahan-lahan mengganggu jalannya usaha anda. Karena kemarahan sudah menguasai hati dan pikiran anda, akhirnya anda menutup usaha dan bubarlah usaha tersebut. Segala harapan dan impian untuk memperbesar usaha segera musnah karena kemarahan yang tidak bisa dikendalikan. Kemarahan dapat menghancurkan masa depan saudara. Kemarahan memisahkan hubungan antar keluarga.

Ketiga, Cara terbaik dalam menangani kemarahan adalah menyelidiki diri kita “mengapa kita marah?

Memendam kemarahan ataupun melampiaskannya sama sama tidak dapat menghilangkan kemarahan. ketika seseorang meluapkan kemarahannya bukan berarti setelah itu dia bebas dari kemarahan. Dalam beberapa kasus, pengekspresian kemarahan yang tak terkendali akan menghasilkan kemarahan yang lebih besar lagi. Jika kemarahan dilampiaskan tanpa mencari akar persoalan mengapa saya marah, maka kemarahan itu tidak akan hilang dari diri kita. Satu satunya cara untuk meninggalkan kemarahan adalah dengan belajar dari kemarahan kita. Tanpa pemahaman terhadap akar kemarahan kita, maka kita akna terus berada dalam lingkarang kemarahan. Pertanyaan mendasar yang harus ditanyakan setiap kali kita marah adalah “mengapa saya marah?

Marah adalah sebuah indikator bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Sama halnya dengan tubuh kita. Tubuh kita memiliki juga indikator. Suatu hari saya tidak bisa makan. setiap makanan yang masuk ke dalam perut saya, akan membuat saya mual dan muntah, padahal biasanya tidak seperti itu. Ini artinya tubuh saya memberikan indikator bahwa ada bagian dalam tubuh saya yang tidak beres. Ternyata betul, setelah dicek ke dokter, saya menderita hepatitis A.

Sama halnya dengan kemarahan kita. pada waktu saudara marah, itu artinya ada yang tidak beres di dalam diri jiwa kita, dalam pikiran kita. ketidakberesan ini mesti ditemukan dan harus bisa menjelaskan mengapa saudara marah?. Apakah akar penyebab kemarahan saudara? Saudara mungkin marah disebabkan oleh faktor luar, seperti misalnya marah dengan sikap seseorang yang sombong dan bersikap seperti boss atas diri saudara padahal saudara bukanlah bawahan dia. atau saudara marah karena kemacetan lalu lintas, atau saudara marah karena suami sangat egois. semua penyebab kemarahan tersebut adalah karena faktor eksternal. Penyebab kemarahan bukan hanya dari luar, tetapi juga beradal dari dalam hati. sikap yang tersembunyi itu diusik oleh sesuatu yang dari luar. Agar supaya bisa menangani kemarahan kita, maka yang perlu diatasi adalah faktor internal ini. kita perlu membuka sikap yang tersembunyi ini.

Kita kembali kepada contoh, dimana saudara marah karena seseorang bersikap sombong dan seolah olah menjadi boss atas dir saudara, padahal saudara bukanlah bawahan dia. Tanyakanlah kepada diri saudara, mengapa saudara marah? mengapa saudara marah karena diperlakukan seperti itu? Jika alasan internal saudara adalah harga diri saya disinggung, maka lebih baik saudara jangan marah. Kemarahan dengan alasan itu tidaklah tepat. kita marah bukan karena kebenaran dilanggar, melainkan hanya karena harga diri atau ego atau kesmongongan kita dilanggar. itu artinya, kita sama sombongnya dengan dia yang menyombongkan diri atas diri kita. Kita mesti belajar untuk rendah hati.

Contoh yang lain adalah, suatu hari seorang ibu marah karena suaminya mengantar teman kantornya pulang ke rumah sehingga sang suami tiba di rumah lebih telat dari biasanya, padahal mereka sudah janji akan pergi bersama anak anak ke Mall. ibu itu harus bertanya kepada dirinya sendiri:” mengapa saya marah?. Jika alasannya marah karena ada kebenaran yang dilanggar yakni janji kepada anak anak dan tidak ada pemberitahuan sebelumnya, maka ibu tersebut pantas untuk merah dan menegur suaminya. atau jika dia marah karena yang diantar oleh suami itu adalah perempuan muda atau janda, maka dia pantas marah, untuk menjaga jangan sampai suaminya jatuh ke dalam dosa perselingkuhan. Tetapi jikayang diantar pulang oleh suaminya adalah orang sakit dan susah, seorang pegawai rendahan yang tidak punya uang dan suaminya pun sudah memberitahukan kepadanya sebelumnya bahwa kemungkinan pulang telat, maka ibu itu seharusnya tidak perlu marah karena TIDAK ADA KEBENARAN YANG DILANGGAR.

Tentu ada banyak lagi kasus kasus yang tidak bisa diungkapkan di bagian ini, tapi intinya adalah carilah sikap internal apa yang diganggu sampai kita marah, kemudian nilailah apakah sikap internal yang diganggu itu adalah kebenaran atau bukan? atau sekedar egonya kita saja? Jika kebenaran yang diganggu, maka saudara perlu marah dan menyampaikan kemarahan itu dengan baik serta mengungkapkan alasan mengapa saudara marah. Tetapi jika hanya karena harga diri, ego, dan tidka berkaitan dengan kebenaran, hentikanlah kemarahan saudara itu. semoga, melalui tulisan ini, saudara dapat mengerti bagaimana mengatasi kemarahan.

Salam
Pdt. Yohannis Trisfant.